Resensi
Arsitek Peradaban adalah salah satu judul buku yang ditulis oleh Anis Matta. Membaca buku Anis Matta selalu membuat saya memutar otak lebih keras,menyisihkan waktu lebih banyak, dan mengerahkan energi lebih besar karena harus membaca berulang-ulang. Kata-katanya memang tak secara eksplisit menggambarkan makna sesungguhnya. Bagi saya yang memang tidak terlalu menggemari buku-buku dengan bahasa berat, memang agak kesulitan memahami alur pemikiran penulis. Akan tetapi, ada beberapa hal yang bisa saya pahami dari tulisan beliau.
Buku ini merupakan kumpulan tulisan yang tidak saling berkaitan antar judulnya yang kemudian dibagi menjadi enam bagian. Pemikiran dalam buku ini diawali dengan membahas kontradiksi kondisi umat muslim diberbagai belahan dunia. Ketika kita di Indonesia hidup tenang dan bebas menjalankan ibadah maupun merayakan hari raya, umat muslim di belahan bumi lainnya sedang bergelut dengan peperangan, kelaparan, dan ketidakbebasan beribadah. “…jika tak mampu memberi materi, sekurangnya kita memberi do’a.” Gambaran kehidupan umat muslim saat ini dapat menggugah pikiran pembacanya sebelum disuguhi pembahasan inti pemikiran tentang arsitek peradaban.

Kondisi keterpurukan umat muslim salah satunya disebabkan tidak adanya penghargaan terhadap potensi diri sendiri. Anis mengatakan, “lebih baik menyalakan lilin daripada mengutuk kegelapan”. Sering kali kita meremehkan potensi diri sendiri sehingga membentuk pribadi yang inferior. Inferiority complex ini kemudian termanifestasikan dalam munculnya gerakan-gerakan yang mengklaim dirinya sebagai pembaharuan Islam. Padahal sesungguhnya apa yang disebut pembaharuan tersebut bukanlah hasil dari perenungan mendalam, tetapi justru menunjukkan kekalahan jiwa. Seperti dikatakan Ibnu Khaldun bahwa “ umat yang kalah cenderung mengikuti umat yang mengalahkannya”. Proses peniruan itu sesungguhnya hanyalah tindakan apologi untuk menghilangkan trauma akibat kekalahan mereka.
Dalam peradaban dunia saat ini, tidak bisa dipungkiri bahwa media massa memegang kendali. Opini publik bisa dipermainkan bahkan dibelokkan ke arah yang berkebalikan dengan fakta hanya dengan menggunakan kekuatan kata melalui media. Inilah ghazwul fikr, sebuah perang pemikiran yang efeknya jauh lebih dahsyat dibandingkan perang fisik karena akan melemahkan umat dari dalam. Sistem yang ada kini tidak lagi mendukung tercapainya visi manusia sebagai khalifatul ardh,khalifah di muka bumi. Oleh karena itu, umat muslim perlu merenungkan kembali hakikat penciptaannya di bumi untuk kemudian membangkitkan peradaban yang Islami.
Kebangkitan itu harus dimulai dari kebangkitan spiritual. Generasi awal Islam memiliki kekuatan spiritual yang sangat mengakar kuat dan dengan keimanannya mereka mampu menaklukkan segala rintangan dan musuh yang mencoba menghancurkan umat muslim. Kebangkitan spiritual ini kemudian diikuti oleh kebangkitan pemikiran. Iman dan pemahaman akan fikrah akan mendorong umat muslim untuk menghasilkan pemkiran-pemikiran cemerlang terkait permasalahn yang ada, termasuk teknologi yang saat ini dikuasai oleh bangsa Barat. Sayangnya, kadang kemampuan berprestasi ini jika tidak dikendalikan oleh iman akhirnya menyebakanmunculnya dua penyakit: lemah pemikiran atau takabur. Oleh karena itu, kehadiran iman di dalam jiwa akan menjadi pendorong sekaligus pengontrol pemikiran tiap muslim.
peresensi: Ika Ari S.
source: https://greyrani.wordpress.com/2011/01/08/arsitek-peradabanhakikat-penciptaan-yang-terlupakan/

Data kolesi buku
Call number: 297.74  Mat a
Anis Matta. 2006. Arsitek Peradaban: kumpulan essai penggugah jiwaJakartaFitrah Rabbani